Filosofi Jawa : "Ki Ronggo Warsito" Rejeki ora iso ditiru (Rezeki tidak bisa ditiru)

Ki Ronggo Warsito


Pertama kali saya mendengar nama "Ki Ronggo Warsito" saat tengah mendengarkan pak dosen membacakan filosofi jawa beliau, saya langsung tertarik dengan nama tersebut, coba searching di mbah google ternyata sudah banyak artikel dan berita yang membahas biografi beliau.

Info yang saya ambil dari Wikipedia

Asal-Usul[sunting | sunting sumber]

Nama aslinya adalah Bagus Burhan. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara (juga disebut Mas Ngabehi Ranggawarsita. Ayahnya adalah cucu dari Yasadipura II, pujangga utama Kasunanan Surakarta.
Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya.

Riwayat Masa Muda[sunting | sunting sumber]

Sewaktu muda Burhan terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji.
Ketika pulang ke Surakarta, Burhan diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.
Pada masa pemerintahan Pakubuwana V (1820 – 1823), karier Burhan tersendat-sendat karena raja baru ini kurang suka dengan Panembahan Buminoto yang selalu mendesaknya agar pangkat Burham dinaikkan.
Pada tanggal 9 November 1821 Burhan menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati Cakradiningrat di Kediri. Di sana ia merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki Tanujoyo. Konon, Burhan berkelana sampai ke Pulau Bali untuk mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.

Puncak Kejayaan Karier[sunting | sunting sumber]

Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845.
Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.

Misteri Kematian[sunting | sunting sumber]

Patung Rangga Warsita di depan museum Radya PustakaSurakarta
Pakubuwana IX naik takhta sejak tahun 1861. Ia adalah putra Pakubuwana VI yang dibuang ke Ambon tahun 1830 karena mendukung Pangeran Diponegoro. Konon, sebelum menangkap Pakubuwana VI, pihak Belanda lebih dulu menangkap juru tulis keraton, yaitu Mas Pajangswara untuk dimintai kesaksian. Meskipun disiksa sampai tewas, Pajangswara tetap diam tidak mau membocorkan hubungan Pakubuwana VI dengan Pangeran Dipanegara.
Meskipun demikian, Belanda tetap saja membuang Pakubuwana VI dengan alasan bahwa Pajangswara telah membocorkan semuanya. Fitnah inilah yang menyebabkan Pakubuwana IX kurang menyukai Ranggawarsita, yang tidak lain adalah putra Pajangswara.
Hubungan Ranggawarsita dengan Belanda juga kurang baik. Meskipun ia memiliki sahabat dan murid seorang Indo bernama C.F. Winter, Sr., tetap saja gerak-geriknya diawasi Belanda. Ranggawarsita dianggap sebagai jurnalis berbahaya yang tulisan-tulisannya dapat membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Karena suasana kerja yang semakin tegang, akibatnya Ranggawarsita pun keluar dari jabatan redaksi surat kabar Bramartani tahun 1870.
Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.
Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat tersebut mendapat bantahan dari pihak elit keraton Kasunanan Surakarta yang berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau ia dapat meramal hari kematiannya sendiri.
Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan TrucukKabupaten Klaten. Makamnya pernah dikunjungi dua presiden Indonesia, yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka menjabat.

ini adalah salah satu filosofi karya beliau yang saya dengar dari dosen saat mengajar ;

Rezeki iku ora isu ditiru, senajan podo lakumu, senajan podo dodolanmu, senajan podo kerjomu, hasil sing ditompo bakal bedo, iso bedo ning akehe bondho, iso ugo bedo ono ning roso lan ayeme ati, yo iku sing jenenge bahagia.
Kabeh iku soko tresnane Gusti kang Maha kuwasa, sopo temen bakal tinemu, sopo wani rekoso bakal gayuh mulyo. Dudu akehe, nanging berkahe kang ndadekake cukup lan nyungkupi
Wis ginaris ning takdirie manungso, yen opo sing urip kuwi wis disangoni soko sing Kuwoso, dalan urip lan pangane wis cemepak, cedak koyo angin sing diserot mbendinane. Nanging kadang manungso sulap moto lan peteng atine, sing adoh soko awake katon padang cemplorot ngawe-awe. nanging sing cedak ning ngarepe lan dadi tanggung jawabe di sio-sio koyo ra nduwe guno
Rezeki iku wis cemepak soko gusti ora bakal kurang anane kanggo nyukupi kebutuhan manungso soko lair tekane pati. Nanging yen kanggo nuruti karep menungso sin ora ono watese, rasane kabeh cupet ning pikirane ruwet, lan tambah marai buntet…mumet.
Welinge wong tuo: opo sing ono dilakoni lan opo sing urung ono ojo di arep-arep, semelehke atimu yen wis dadi nduwekmu bakal tinemu, yen ora jatahmu opo maneh kok ngrebut soko wong liyo nganggo coro sing olo, yo dienteni wae iku bakal gawe uripmu loro rekoso lan angkoro murko sak njeroning kaluwargo, kabeh iku bakal sirna balik dadi sakmestine.
Yen umpomo ayem iku mung bisa dituku karo akehe bondho ndahno reksane dadi wong sing ora nduwe, untunge ayem iso di nduweni sopo wae sing gelem ngleremke atine ing bab kadonyan, seneng tetulung marang liyan, lan pasrahke uripe marang Pangeran, Gusti Allah ingkang Maha Dumadi.
Kerjo pancen rekoso, ananging luwih rekoso maneh yen ora kerjo, syukuri opo sing wis ono..
Artinya:
Rezeki itu tidak bisa ditiru, walaupun sama perbuatanmu, walaupun sama jualanmu, walaupun sama kerjamu, hasil diterima pastilah berbeda, bisa beda dalam banyaknya benda, bisa juga beda di rasa berupa ketenangan hati, ya itu namanya bahagia.
Semua itu berasal dari cintanya Tuhan yang maha kuasa, siapa yang sungguh-sungguh bakal menemukan, siapa yang berani bersusah payah bakal mendapatkan kemuliaan. Bukan banyaknya, namun berkah yang menjadikan benda itu cukup dan mencukupkan.
Sudah digariskan takdirnya manusia, siapa saja yang hidup itu sudah dicukupkan oleh yang Kuasa, jalan hidup dan makanan yang mudah dijangkau, dekat laksana angin yang dihirup setiap harinya. Namun kadang manusia silap mata dan gelap hatinya, yang jauh dari dirinya keliatan jelas, terang benderang memanggil manggil. Sementara yang dekat ada didepan matanya dan menjadi tanggungjawabnya di sia-sia dianggap tidak ada gunanya.
Rezeki itu sudah dicukupkan oleh Gusti tidak bakal kurang adanya untuk mencukupi kebutuhan manusia dari lahir hingga datangnya mati. Namun karena manuruti keinginan manusia yang tiada batasnya, menjadikan semuanya terasa sempit, menjadikan pikiran ruwet dan tambah menjadikan tidak ada jalan keluarnya dan pusing.
Nasehat orang tua: Apa yang ada dikerjakan dan apa yang belum ada janganlah diarep-arep, tenangkanlah hatimu, sesuatu yang telah menjadi milikmu bakal didapat, dan bila bukan jatahmu apalagi dengan merebut dari orang lain dan dengan cara yang tidak baik, ya tunggu saja bahwa hal itu akan membuat hidupmu sakit sengsara  dan hadirnya angkara murka didalam keluarga, semua itu akan sirna kembali sesuai yang telah ditetapkan.
Bila ketenangan hati bisa dibeli dengan banyaknya benda, rasakan sulitnya menjadi orang yang tidak punya, untungnya ketenangan hati bisa dimiliki siapa saja yang mau berusaha menghindarkan hatinya dalam hal keduniaan, seneng menolong orang lain dan memasrahkan diri kepada pangeran, Gusti Allah yang maha berbuat.
Kerja memang menyiksa, namun lebih menyiksa lagi orang yang tidak kerja, syukuri apa yang sudah ada.
Filosofi yang sederhana tidak perlu susah-susah menafsirkan namun memiliki makna yang sangat luar biasa,
berikut cuplikan videonya ;

Read Users' Comments (0)

Comments
0 Comments

0 Response to "Filosofi Jawa : "Ki Ronggo Warsito" Rejeki ora iso ditiru (Rezeki tidak bisa ditiru)"

Posting Komentar